Istighfar dan Taubat merupakan Kunci
Rizki dan Keberkahan dari Allah SWT
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا
أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ
الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ
بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
أَمَّا
بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي
النَّارِ
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan jama’ah semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Di antara hal yang menyibukkan hati kaum muslimin adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan, sebagian besar kaum muslimin memandang bahwa berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka. Kemudian tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan bahwa ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syari’at Islam tetapi mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari hukum-hukum Islam, terutama yang berkenaan dengan hukum halal dan haram.
Mereka itu lupa atau berpura-pura
lupa bahwa Allah men-syari’atkan agamaNya hanya sebagai petunjuk bagi ummat
manusia dalam perkara-perkara kebahagiaan di akhirat saja. Padahal Allah
mensyari’atkan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan
dan kebahagiaan mereka di dunia.
Sebagaimana Imam Al-Bukhari
meriwayatkan dari Anas Radhiallaahu anhu , ia berkata:
كَانَ
أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ n: رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya do’a yang sering
diucapkan Nabi adalah, “Wahai Tuhan Kami’ karuniakanlah kepada kami kebaikan di
dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka”. (Shahihul
Al-Bukhari, Kitabud Da’awat, Bab Qaulun Nabi Rabbana Aatina fid Dunya Hasanah,
no. Hadist 6389, II/191).
Allah dan RasulNya tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan dan keraguan dalam usaha mencari penghidupan. Tapi sebaliknya, sebab-sebab mendapat rizki telah diatur dan dijelaskan. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rizki .
Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya:
“Maka aku katakan kepada mereka,
‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan
harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula
di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)
Yang dimaksud istighfar dan taubat
di sini bukan hanya sekedar diucap di lisan saja, tidak membekas di dalam hati
sama sekali, bahkan tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Tetapi
yang dimaksud dengan istighfar di sini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam
Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “Meminta (ampun) dengan disertai ucapan dan
perbuatan dan bukan sekedar lisan semata.”
Sedangkan makna taubat sebagaimana
yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena
keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk
tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti).
Jika keempat hal itu telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.
Begitu pula Imam An-Nawawi
menjelaskan: “Para ulama berkata. ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah
wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada
sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:
- Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.
- Ia harus menyesali perbuatan (maksiat) nya.
- Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
* Jika salah satu syarat hilang,
maka taubatnya tidak sah.
Jika taubatnya berkaitan dengan hak
manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas ditambah satu,
yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa
harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia
harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika
berupa qhibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: “Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya, niscaya Ia akan memperbanyak rizki kalian, Ia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun untuk kalian.
Imam Al-Qurtubi menyebutkan dari
Ibnu Shabih, bahwasannya ia berkata: “Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan
Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya,
Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan,
maka beliau berkata kepadanya, Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain lagi
berkata kepadanya, ’Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!!’
maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Beristighfar kepada Allah! Dan yang lainnya
lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan
(pula),’Beristighfarlah kepada Allah!.
Kemudian di ayat yang lain Allah yang menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.
“Dan (Hud berkata),’Hai kaumku,
mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia kan
menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan membawa kekuatan kepada
kekuatanmu dan juga janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud: 52)
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam
menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan
kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan,
kemudian memerintah-kan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi. Barangsiapa
memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan
urusannya dan menjaga keadaanya.
Dan pada surat Hud di ayat yang lain
Allah juga berfirman:
“Dan hendaklah kamu meminta ampun
kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya (jika kamu mengerjakan yang demikian
(niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai
pada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Hud: 3).
Imam Al-Qurthubi mengatakan:”Inilah
buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian
dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta
Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap
orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.”
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:
مَنْ
أَكْثَرَ اْلاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ
ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa memperbanyak istighfar
(mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya
jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan
memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(Dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (AlMustadrak, 4/262) dan Syaikh Ahmad Muhammad
Syaikh (Hamisy Al-Musnad, 4/55)
Dalam hadist yang mulia ini, Nabi menggambarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Esa, Yang memiliki kekuatan akan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak pernah diharapkan serta tidak pernah terbersit dalam hati.
Karena itu, kepada orang yang
mengharapkan rizki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar, baik
dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaklah kita selalu waspada! dari
melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah
pekerjaan para pendusta.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ
كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ